Bulan Misi

Menjadi Saksi-saksi Kristus

Seri Kisah Para Rasul
Bagikan di:

“Tetapi kamu akan menerima kuasa bilamana Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”
Kisah Para Rasul 1: 8

 

Penulis

Di dalam naskah asli kitab ini tidak dicantumkan nama penulisnya. Namun, menurut tradisi gereja, kitab Kisah Para Rasul ditulis oleh Lukas, yang juga dipercaya menulis Injil Lukas. Informasi ini pertama kali ditemukan secara eksplisit dalam Kanon Muratorian, yaitu kumpulan kitab-kitab Perjanjian Baru kuno, yang diperkirakan berasal dari tahun 180 Masehi. Selanjutnya, sekitar tahun 325 Masehi, Eusebius, dalam tulisannya berjudul “Sejarah Gereja” juga mengatakan bahwa penulis kitab ini dan kitab Lukas adalah orang yang sama, yaitu Lukas.

Lukas tinggal di Antiokhia, Siria, dan berprofesi sebagai seorang tabib/ dokter (bdk. Kolose 4: 14). Ia menjadi percaya karena pelayanan Rasul Paulus, dan selanjutnya ia menjadi “rekan pelayanan” atau “teman sekerja” Paulus (συνεργός) yang setia (bdk. 2Timotius 4: 11; Filemon 1: 24), bahkan ia disapa “ὁ ἀγαπητὸς” (yang terkasih) (bdk. Kolose 4: 14). Namun, latar belakang Lukas masih menjadi perdebatan, apakah ia berlatar belakang Yahudi atau bukan. Sebab, pada masa itu, sudah banyak orang Yahudi diaspora yang menggunakan nama-nama Yunani dan Latin.

Sebagai rekan pelayanan Paulus, beberapa ahli Perjanjian Baru pun meragukan jika Lukas yang menulis Kisah Para Rasul, sebab ada beberapa hal yang kontradiksi dengan tulisan Paulus sendiri, misalnya tulisan Lukas dalam Kisah Para Rasul 9: 1-31; 22: 6-21; dan 26: 9-23 dianggap bertentangan dengan pernyataan Paulus dalam Galatia 1: 17-24. Selain itu, banyak pemikiran-pemikiran Paulus yang kurang terakomodasi dalam tulisan-tulisan Lukas. Maka, sebagian ahli berkesimpulan bahwa bukan Lukas yang menuliskan Injil Lukas dan Kisah Para Rasul, atau kalau pun penulisnya adalah Lukas, maka ia adalah “Lukas yang lain”, yang bukan rekan sepelayanan Paulus, tetapi terinspirasi dengan kisah pelayanan Rasul Paulus.

Ia dipercaya sebagai penulis Kisah Para Rasul karena, baik Injil Lukas maupun Kisah Para Rasul sama-sama ditujukan kepada Teofilus (bdk. Lukas 1: 1 dan Kisah Para Rasul 1: 1). Namun, siapa sebenarnya Teofilus itu tidak pernah dijelaskan, baik dalam Injil Lukas maupun dalam Kisah Para Rasul.

Secara harfiah, nama Teofilus berarti “dikasihi Allah”, “mengasihi Allah” atau “sahabat Allah”. Namanya hanya disebutkan dua kali dalam Alkitab, yaitu dalam Injil Lukas (1: 1) dan Kisah Para Rasul (1: 1). Ia disapa “κράτιστος” (yang mulia), yang merupakan gelar kehormatan dalam masyarakat Romawi, sehingga diduga ia adalah seorang pejabat Romawi atau seorang yang terpelajar sama seperti Lukas. Ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah pengacara Paulus ketika Paulus menghadapi persidangan di Roma. Meski begitu, ada juga yang berpandangan bahwa Teofilus adalah seorang Yahudi Aleksandria, sebagaimana pandangan Gereja Koptik, atau seorang imam Yahudi yang disegani.

Kemungkinan, Kisah Para Rasul ditulis pada sekitar tahun 60 Masehi ketika terjadi ketegangan antara orang-orang Yahudi dan Kristen, atau sebagian berpendapat ditulis pada tahun 62 Masehi ketika Paulus dipenjara di Roma, sebab Lukas menemani Paulus sampai ke Roma. Tetapi, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa kitab ini ditulis setelah tahun 70 Masehi atau sekitar tahun 80-90 Masehi, yaitu setelah hancurnya Yerusalem. Namun, pandangan ini dipertanyakan sebab penulis tidak mencantumkan hasil dari persidangan Paulus, kematian Petrus, dan peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah gereja yang terjadi sebelum tahun 70 Masehi.

 

Kisah Para Rasul

Nama “Kisah Para Rasul” berasal dari teks Yunani kitab ini, “Πράξεις Ἀποστόλων” (praxeis apostolōn). Kata praxeis sendiri merupakan salah satu genre sastra Yunani kuno, yang biasanya berisi cerita kisah dan pencapaian tokoh-tokoh besar dalam sejarah. Namun, penyebutan praxeis ini bukanlah berasal dari penulisnya.

Judul ini diperkirakan diberikan pada abad ke-2 Masehi dalam tulisan Irenaeus. Kisah Para Rasul merupakan lanjutan dari Injil Lukas. Keduanya mengandung penekanan teologis dan gaya penulisan yang sama. Namun, karena dalam kanonnya ditempatkan terpisah—dipisahkan oleh Injil Yohanes—maka banyak pembaca melihat kedua kitab ini berbeda.

Sebagai kelanjutan dari Injil Lukas, Kisah Para Rasul menekankan peran penting Roh Kudus dalam masa-masa awal terbentuknya gereja. Penulis ingin meyakinkan pembaca bahwa kuasa Roh Kudus yang dijanjikan Kristus itu benar-benar dahsyat (bdk. Lukas 24: 49). Sementara, dominannya kisah Paulus dibanding rasul-rasul yang lain disebabkan karena kedekatan atau ketertarikan penulis dengan kehidupan sang rasul. Ada juga pandangan lain yang mengaitkan Teofilus sebagai salah satu pengacara Rasul Paulus, sehingga kitab ini dianggap sebagai bagian dari upaya pembelaan terhadap Paulus dalam persidangan Romawi. Hal ini bisa juga dilihat dengan bagaimana sikap penulis terhadap kekuasaan Romawi yang cenderung “bersahabat” dibandingkan dengan sikapnya terhadap orang-orang Yahudi.

***

Minggu I (5 Mei 2024)

GEREJA YANG BERAKAR

Kisah Para Rasul 2: 41-47

Ada dua kunci agar jemaat  berakar di dalam gereja, yaitu: Pertama, bertekun dalam pengajaran para rasul (didakhē), yaitu pengajaran yang berakar dari Alkitab sebagai fondasi utama iman Kristen; dan kedua, bertekun dalam persekutuan (koinonia), yang di dalamnya ada ibadah (doa, sharing, serta pujian dan penyembahan), kesatuan dan kebersamaan.

 

Hari Kenaikan Yesus Kristus (9 Mei 2024)

MENJADI SAKSI-SAKSI KRISTUS

Kisah Para Rasul 1: 6-11

Menjadi saksi Kristus (martus) adalah tema penting dalam Kisah Para Rasul. Istilah martus ini juga menjadi akar dari istilah “martir” dalam terminologi gereja, yaitu orang yang rela mengorbankan segalanya—bahkan nyawanya—bagi Kristus. Karena itu, tugas ini hanya mungkin dikerjakan oleh orang-orang yang “menerima kuasa” Roh Kudus (dunamis). Sementara, sasarannya sangatlah luas, yaitu “sampai ke ujung bumi”.

 

Minggu II (12 Mei 2024)

GEREJA YANG BERTUMBUH

Kisah Para Rasul 4: 32-37

Kekuatan utama pertumbuhan gereja adalah “sehati dan sejiwa” (ēn hē kardia kai hē psukhē). Artinya, diikat dan disatukan oleh kasih Kristus. Di dalamnya ada “kuasa kesaksian Kristus”. Jadi, kesaksian itu berfokus pada kuasa Kristus, bukan pada pribadi yang menyaksikan, sehingga jemaat terus-menerus dikuatkan dalam menghadapi pergumulan hidup.

 

Minggu III (19 Mei 2024) – Hari Pentakosta

GEREJA YANG BERBUAH

Kisah Para Rasul 11: 19-26

Perikop ini berbicara tentang jemaat pertama yang dibentuk di luar Yerusalem melalui pemberitaan Injil/ Kristus (ay. 19 dan 20). Ada dua bentuk pemberitaan Injil, yaitu “pemberitaan ke dalam” (untuk memelihara pertumbuhan iman jemaat), dan “pemberitaan ke luar”, kepada orang-orang yang belum percaya. Jadi, ukuran gereja yang berbuah bisa dilihat secara kualitas (pertumbuhan iman yang kuat) dan kuantitas (pertumbuhan jumlah orang percaya). Pada akhirnya, jemaat tidak hanya pasif “menerima pengajaran”, tetapi juga aktif “mengajar banyak orang” (bdk. ay. 26).

 

Minggu IV (26 Mei 2024) – Bulan Oikoumene & HUT ke-74 PGI

MENJADI SATU DENGAN SEMPURNA

Yohanes 17: 23

Menggunakan Tata Ibadah Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)

Bagikan di:

Penulis:

Yosi Rorimpandei

Koordinator Komisi Pengajaran GKRIDC

Pelayanan Kategorial

DC Kids

Pelayanan Anak
0895-1771-8474

Youth Habakuk

Pelayanan Remaja & Pemuda
0821-1303-2727

Debora

Pelayanan Kaum Perempuan
0812-9744-1129

Efata

Pelayanan Kaum Pria
0853-1083-3921

Permohonan Doa

Jika Saudara membutuhkan dukungan doa khusus untuk didoakan di setiap jam doa kami, silakan mengisi Form Permohonan Doa.

Klik Di Sini

Kontak

Kontak Kami

Jika Saudara membutuhkan informasi atau layanan konseling, silakan menghubungi kami.

Alamat:

KAPEL ALFA
Taman Alfa Indah Blok J-1 No. 39
Jakarta Selatan

WhatsApp:

+62815-1341-3809